Sekolah Gratis!!!

Wednesday, January 2, 2008


Sekolah Unggulan, berasrama dan bebas biaya, membuka pendaftaran

SMART Ekselensia Indonesia adalah sekolah tingkat menengah berasrama dan bebas biaya yang berada di bawah naungan Lembaga Pengembangan Insani (LPI) Dompet Dhuafa. Didirikan pada tahun 2004, sekolah ini telah memiliki siswa didik berjumlah 137 untuk 4 angkatan.

Sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak dari kalangan dhuafa yang berprestasi dari seluruh Indonesia ini digagas untuk meningkatkan harkat dan derajat kaum dhuafa melalui program pendidikan dan pembinaan yang komprehensif dan berkesinambungan. Diharapkan, setelah melalui proses pendidikan dan pembinaan di SMART EI, setiap siswa memiliki bekal berkarya untuk bangsa, negara dan agamanya.

Proses seleksi hingga kedatangan calon siswa, serta pendidikan selama berada di kampus SMART EI, tidak dipungut biaya apapun.

Persyaratan Umum
1) Berasal dari keluarga dhuafa (sesuai kriteria Dompet Dhuafa )
2) Laki-laki
3) Lulus/Tamat SD atau sederajat
4) Bersedia untuk mengikuti program belajar 5 tahun atau hingga selesai
5) Memeroleh izin dari orang tua/wali
6) Memiliki prestasi akademik, dengan kriteria sbb: (i) Mendapat Rangking
1-5 di Kelas IV–VI; (ii) Rata-rata Nilai Rapor minimal 7,0 dan Rapor tidak
ada nilai 5; (iii) Memiliki prestasi kegiatan pendukung, seperti olah raga,
kesenian, organisasi, atau keterampilan; (iv) Bersedia mengikuti seluruh
tahapan seleksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (v) Berbadan sehat dan
tidak memiliki penyakit menular

Persyaratan Khusus
1) Mengisi formulir pendaftaran calon peserta seleksi
2) Fotokopi rapor kelas IV – VI yang telah dilegalisir oleh sekolah asal.
3) Fotokopi ijasah/STTB/ STK
4) Fotokopi piagam penghargaan/ sertifikat
5) Surat keterangan tidak mampu dari Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM).
6) Surat Keterangan Gaji/Penghasilan orang tua/wali dan/atau anggota
keluarga yang menopang/ikut membantu pendapatan keluarga dari RT atau RW
atau Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM) setempat.
7) Surat pernyataan/izin mengikuti pendidikan di SMART EI dari orang tua
8) Fotokopi rekening listrik 2 bulan terakhir
9) Fotokopi KTP/Surat Keterangan Domisili Tetap dari RT atau RW.
10) Fotokopi Kartu Keluarga/KK.
11) Pas Foto Calon Peserta ukuran 4 X 6 sebanyak 4 lembar.

Waktu dan Tempat Pendaftaran
Pendaftaran dibuka mulai tanggal 01 Januari sampai dengan tanggal 28
Februari 2008. Peserta dapat mendaftarkan diri di di Panitia Daerah yang
terdekat yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Panitia Nasional Seleksi SMART Ekselensia Indonesia
Bumi Pengembangan Insani,
Jl. Raya Parung Bogor Desa Jampang Kec. Kemang
Kabupaten Bogor–Jawa Barat 16330
Telp. 0251-610817 /610 818 Ext 11
www.lpi-dd.net

Panitia Daerah Seleksi SMART Ekselensia Indonesia
Daerah Seleksi : Bali
Bapak Hendry Sulistiono
LAZ DSM BALI
Jl. Diponegoro No. 157 Sangrah, Denpasar - Bali
Telp: 0857 3711 1100/ 0813 3812 3124/ 0361-855 7285

Daerah Seleksi : Banten
Ibu Sifa/ Bapak Ade
KONSORSIUM PEMBAHARU BANTEN
Jl. KM Idris No. 54 Neglasari Timur Rt 04/ Rw 13 Benggala, Serang Banten
42117
Telp: 0856 9236 4906/ 0254-209392

Daerah Seleksi: Bogor
Bapak Setia Budi/ Asep Nurhalim
ETOS BOGOR
Jl. Babakan Tengah RT 02/ Rw 08 No. 107 Desa babakan Tengah Kecamatan
Darmaga 16680
Telp: 0818 0895 5849/ 0813 1515 0768

Daerah Seleksi: Jakarta
Bapak Abdurrahman
ETOS JAKARTA
Jl. Kedoya No. 39 Rt 01/ Rw 02 Pd. Cina Depok 16424
Telp: 0813 1084 5934

Daerah Seleksi: Gorontalo
Bapak Sumantimaku
YAYASAN AYATUL IKHWA
Jl. Limboto Raya No. 15 Ds. Tuladenggi Kec. Telaga Biru Gorontalo 96181
Telp: 0813 1659 2022/ 0435-838950

Daerah Seleksi: Bandung
Bapak Yudi Supriatna
DOMPET DHUAFA BANDUNG
Jl. Pasirkaliki No. 143 Lantai II Bandung - Jawa Barat 40173
Telp: 0813 2299 9211/ 022-6032281

Daerah Seleksi: Semarang
Bapak Efendi Nugroho
ETOS SEMARANG
Jl. Timoho III No. 30 Tembalang Semarang- Jawa Tengah
Telp: 0815 7509 0400/ 0817 954 1858/ 024-76482311

Daerah Seleksi: Surabaya
Ibu Nurul Aisyah
ETOS SURABAYA
Jl. Arif Rahman Hakim No. 58 B Sukolilo Surabaya-Jawa Timur
Telp. 0817 934 0271/ 031-71074803

Daerah Seleksi: Banjarbaru
Bapak Qomarudin Sukri
INTELLECTUAL MOSLEM YOUTH COMMUNITY (IMYCo)
Jl. Putri Junjung Buih Gg. Kelinci II No. 4 Banjar Baru-Kalsel 70511
Telp. 0812 9933 284/ 0511-7751720

Daerah Seleksi: Pontianak
Bapak Duin/ Kiryan
DOMPET UMMAT
Jl. Tanjungsari NO. 40 Pontianak-Kalimanta n Barat
Telp: 0561-7032360/ 735978

Daerah Seleksi: Balikpapan
Bapak Kamaludin
DOMPET DHUAFA KALTIM
Jl. Mr. Iswahyudi No. 10 Rt 56 Sepinggan Gunung Bahagia Balikpapan - Kaltim
Telp: 0813 1761 6260/ 0542-7209738

Daerah Seleksi: Lampung
Bapak Juperta Panji Utama
LAZ LAMPUNG PEDULI
Jl. S. Parman 19 Palapa Tanjung Karang Pusat, Bandar lampung 35113
Telp: 0815 4048 877/ 0721-267582

Daerah Seleksi: Tual-Ambon
Bapak Musalim Temawut
YAYASAN DARUL ISTIQOMAH
Jl. Tanah Putih Utara No. 3 Rt 03/ Rw 04 Kel. Lodar Tual - Maluku Tenggara
Telp: 0852 4301 2050/ 0916-21705

Daerah Seleksi: Kupang
Bapak Muhsin Thalib
YAYASAN IBADURRAHMAN
Jl. Keuangan Negara No. 32 Kupang - NTT
Telp: 0813 3941 7280/ 0380-882046

Daerah Seleksi: Sorong
Bapak Daeng Risabang/ Said Karim
SDIT AL- IZZAH
Komplek Masjid Agung Al- Akbar Sorong - Papua Barat
Telp: 0813 4390 9221/ 0813 4441 6886

Daerah Seleksi: Jayapura
Bapak Juandi
YAYASAN AS-SALAM PAPUA JAYAPURA
Jl. Raya Abepura No. 3A Entrop Jayapura Selatan 99224
Telp: 0813 4440 3303/ 0967-551904

Daerah Seleksi: Pekanbaru
Bapak Dwi Purwanto
LAZ SWADAYA UMMAH
Jl. Tuanku Tambusai Perkantoran Mella Lt. 2 Blok G No. 5 Pekanbaru Riau
Telp: 0813 7834 3431/ 0761-572314

Daerah Seleksi: Makassar
Bapak Anwar
ETOS MAKASSAR
Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10 Tamalanrea-Makassar 90245
Telp: 0813 4292 5665/ 0411-4772803

Daerah Seleksi: Banggai
Bapak Hidayat Mondarfa
FORUM KOMUNIKASI REMAJA MASJID BANGGAI
Jl. P. Komodo No. 39 Kel. Simpong Kec. Luwuk Kab. Banggai Sulawesi Tengah
Telp: 0815 2476 2220/ 0461-324093

Daerah Seleksi: Kendari
Bapak Lamalesi
YAYASAN BINA DHUAFA SULAWESI TENGGARA
Perumahan Dosen Blok P No. 8 Anduonohu Kendari Sulawesi Tenggara
Telp: 0813 8146 8445/ 0401-392481

Daerah Seleksi: Padang
Bapak Firmansyah
DOMPET DHUAFA SINGGALANG
Jl. Veteran No. 17 padang 25116
Telp: 0751-823 5775/ 705 4086

Daerah Seleksi: Palembang
Ibu Desi/ Ani
DOMPET SOSIAL INSAN MULIA
Jl. Kapten Anwar Sastro No. 20 Komplek Masjid Baitul Miraj Palembang 30129
Telp: 0813 7346 3825/ 0711-7076437

Daerah Seleksi: Medan
Bapak Ir. Simatupang
LAZ PEDULI UMAT WASPADA
Jl. Brigjend Katamso No. 1 Medan 20151 Medan - Sumatera Utara
Telp: 0813 6144 6225/ 061-4511936

Daerah Seleksi: Yogyakarta
Bapak Untoro Wahyu/ Bapak Syafi'i
LEMBAGA ADVOKASI PENDIDIKAN YOGYAKARTA (LAPY)
Jl. Kaliurang Km 6 Pandega Padma II/ 15 Ds. Sinduadi Kec. Mlati Kab. Sleman
DIY
Telp: 0817 5455 393/ 0274-885127


Prev: Tema Bulan Ini: Sekolah Digital Murah Meriah Read more!

Metode Pengangkatan Khalifah

Sunday, December 30, 2007

Salah satu pertanyaan yang sering dilontarkan seputar Khilafah adalah bagaimana tata cara (metode) untuk pengangkatan Khalifah. Tidak sedikit yang menolak sistem Khilafah dengan alasan di dalam Islam tidak ada ketentuan yang jelas tentang mekanisme pengangkatan Khalifah. Berikut ini tulisan tentang hal itu

Ketika syara’ mewajibkan umat Islam untuk mengangkat seorang Khalifah, syara’ juga telah menentukan metode yang harus dilaksanakan untuk mengangkat Khalifah. Metode ini ditetapkan dengan al-Kitab, as-Sunah dan Ijmak Sahabat. Metode itu adalah baiat. Maka pengangkatan Khalifah itu dilakukan dengan baiat kaum muslim kepadanya untuk (memerintah) berdasarkan Kitabullah dan Sunah Rasulullah. Yang dimaksud kaum muslim disini adalah kaum muslim yang menjadi rakyat Khalifah sebelumnya jika Khalifah sebelumnya itu ada. Atau kaum muslim penduduk suatu wilayah yang disitu diangkat seorang Khalifah, jiak sebelumnya tidak ada Khalifah.

Kedudukan baiat sebagai metode pengangkatan Khalifah telah ditetapkan dari baiat kaum muslim kepada Rasulullah saaw dan dari perintah beliau kepada kita untuk membaiat seorang imam. Baiat kaum muslim kepada Rasul saw, sesungguhnya bukanlah bait atas kenabian, melainkan baiat atas pemerintahan. Karena baiat itu adalah baiat atas amal dan bukan baiat untuk mempercayai kenabian. Beliau dibaiat tidak lain dalam kapasitas sebagai penguasa, bukan dalam kapasitas sebagai nabi dan rasul. Sebab pengakuan atas kenabian dan kerasulan adalah masalah iman, bukan baiat. Maka baiat kepada Beliau itu tidak lain adalah baiat dalam kapasitas beliau sebagai kepala negara.

Masalah baiat itu telah tercantum dalam al-Quran dan hadits. Allah Swt telah berfirman :

يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لاَ يُشْرِكْنَ بِاللهِ شَيْئًا وَلَا يَسْرِقْنَ وَلاَ يَزْنِينَ وَلاَ يَقْتُلْنَ أَوْلاَدَهُنَّ وَلاَ يَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلاَ يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ

Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatupun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (QS. Muhtahanah : 12)

إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللهَ يَدُ اللهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ

Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka. (QS. al-Fath : 10)

Imam Bukhari meriwayatkan : Ismail telah menyampaikan kepada kami, Malik telah menyampaikan kepadaku dari Yahya bin Sa’id, ia berkata : “Ubadah bin Walid telah memberitahuku, Bapakku telah memberitahuku dari Ubadah bin Shamit yang mengakatakan :

بَايَعْنَا رَسُولَ اللهِ r عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي الْمَنْشَطِ وَالْمَكْرَهِ وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ اْلأَمْرَ أَهْلَهُ وَأَنْ نَقُومَ أَوْ نَقُولَ بِالْحَقِّ حَيْثُمَا كُنَّا لاَ نَخَافُ فِي اللهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ

Kami telah membaiat Rasulullah saw untuk senantiasa mendengar dan mentaatinya, baik dalam keadaan yang kami senangi maupun yang tidak kami senangi dan agar kami tidak akan merebut kekuasaan dari orang yang berhak dan agar kami senantiasa mengerjakan atau mengatakan yang haq di mana saja kami berada tidak takut karena Allah kepada celaan orang-orang yang suka mencela (HR. Bukhari)

Dalam riwayat Imam Muslim dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash bahwa Rasulullah saw pernah bersabda :

وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَ ثَمْرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنْ اِسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرٌ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوْا عُنُقَ اْلآخَرِ

Dan siapa saja yang telah membaiat seorang imam lalu ia telah memberikan genggaman tangannya dan buah hatinya, maka hendaklah ia mentaatinya sesuai dengan kemampuannya, dan jika datang orang lain yang hendak merebut kekuasaannya maka penggallah orang lain itu (HR. Muslim)

Juga di dalam Shahih Muslim, dari Abu Sa’id al-Khudzri yang mengatakan : Rasulullah saw pernah bersabda :

إِذَا بُوْيِعَ لِخَلِيْفَتَيْنِ فَاقْتُلُوْا اْلآخِرَ مِنْهُمَا

Jika dibaiat dua orang Khalifah, maka bunuhlah yang paling akhir dari keduanya (HR. Muslim)

Imam Muslim juga meriwayatkan dari Abiy Hazim yang berkata : “aku mengikuti mejelis Abu Hurairah selama lima tahun, dan aku mendengar ia menyampaikan hadits dari Nabi saw, Beliau pernah bersabda :

كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ فَتَكْثُرُ، قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا؟ قَالَ: فُوْا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ

Dahulu Bani Israel diurusi dan dipelihara oleh para nabi, setiap kali seorang nabi meninggal digantikan oleh nabi, dan sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku, dan akan ada para Khalifah, dan mereka banyak, para sahabat bertanya : “lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Nabi bersabda : “penuhilah baiat yang pertama dan yang pertama, berikanlah kepada mereka hak mereka, dan sesungguhnya Allah akan meminta pertanggung-jawaban mereka atas apa yang mereka diminta untuk mengatur dan memeliharanya (HR. Muslim)

Nas-nas al-Quran dan as-Sunah di atas secara jelas menunjukkan bahwa satu-satunya metode mengangkat Khalifah adalah baiat. Seluruh sahabat telah memahami hal itu dan bahkan mereka telah melaksanakannya. Baiat Khulafa’ur Rasyidin sangat jelas dalam masalah ini.


Prosedur Praktis Pengangkatan dan Baiat Khalifah

Prosedur praktis untuk mencalonkan Khalifah sebelum di baiat boleh menggunakan bentuk yang berbeda-beda. Hal itu sebagaimana yang terjadi kepada Khulafa’ur Rasyidin yang datang pasca wafatnya Rasulullah secara langsung. Mereka adalah Abu Bakar, Umar, Utsman dan ‘Ali –radhiyaLlâh ‘anhum–. Seluruh sahabat mendiamkan dan menyetujui tata cara itu. Padahal tata cara itu termasuk perkara yang harus diingkari seandainya bertentangan dengan syara’. Karena perkara tersebut berkaitan dengan perkara terpenting yang menjadi sandaran keutuhan insitusi kaum muslim dan kelestarian pemerintahan yang melaksanakan hukum Islam. Dari penelitian terhadap peristiwa yang terjadi dalam pengangkatan keempat Khalifah itu, didapati bahwa sebagian kaum muslim telah berdiskusi di Saqifah Bani Sa’idah. Mereka yang dicalonkan adalah Sa’ad, Abu Ubaidah, Umar dan Abu Bakar. Hanya saja Umar bin Khaththab dan Abu Ubaidah tidak rela menjadi pesaing Abu Bakar. Maka seakan-akan perkaranya berada hanya diantara Abu Bakar dan Sa’ad bin Ubadah, bukan yang lain. Hasil diskusi itu adalah dibaiatnya Abu Bakar. Kemudian pada hari kedua, kaum muslim diundang ke Masjid Nabawi lalu mereka membaiat Abu Bakar di sana. Maka baiat di Saqifah adalah baiat in’iqad sehingga dengan itu Abu Bakar menjadi Khalifah kaum muslim. Dan baiat di Masjid pada hari kedua merupakan baiat taat.

Ketika Abu Bakar merasa bahwa sakitnya akan membawa maut, dan khususnya karena pasukan kaum muslim sedang berada di medan perang melawan negara besar kala itu, Persia dan Rumawi, Abu Bakar memanggil kaum muslim meminta pendapat mereka tentang siapa yang akan menjadi Khalifah kaum muslim sepeninggalnya. Proses musyarawah itu berlangsung selama tiga bulan. Ketika Abu Bakar telah selesai meminta pendapat kaum muslim itu dan ia akhirnya mengetahui pendapat mayoritas kaum muslim, maka Abu Bakar mewasiatkan Umar, yakni mencalonkan sesuai dengan bahasa kala itu, agar Umar menjadi Khalifah setelahnya. Wasiat atau pencalonan itu bukan merupakan akad pengangkatan Umar sebagai Khalifah setelah Abu Bakar. Karena setelah wafatnya Abu Bakar, kaum muslim datang ke masjid dan membaiat Umar untuk memangku jabatan Khilafah. Dengan baiat inilah Umar sah menjadi Khalifah kaum muslim, bukan karena musyawarah yang dilakukan oleh Abu Bakar. Juga bukan karena wasiat Abu Bakar. Karena seandainya wasiat dari Abu Bakar merupakan akad khilafah kepada Umar, pastilah tidak lagi memerlukan baiat kaum muslim. Terlebih lagi nas-nas yang telah kami sebutkan sebelumnya telah menunjukkan secara jelas bahwa seseorang tidak akan menjadi Khalifah kecuali melalui baiat kaum muslim.

Ketika Umar tertikam, kaum muslim memintanya untuk menunjuk pengganti, namun Umar menolak. Setelah mereka terus mendesak, Beliau menunjuk enam orang yakni mengajukan calon sebanyak enam orang kepada kaum muslim. Kemudian Beliau menunjuk Suhaib untuk mengimami manusia dan untuk memimpin enam orang yang telah Beliau calonkan sehingga terpilih Khalifah dari mereka dalam jangka waktu tiga hari sebagaimana yang telah Beliau tentukan bagi mereka. Beliau berkata kepada Suhaib : “…. jika lima orang bersepakat dan rela dengan satu orang, dan yang menolak satu orang maka penggallah orang yang menolak itu dengan pedang …”. Peristiwa itu sebagaimana yang diceritakan oleh ath-Thabari dalam Târîkh ath-Thabariy, oleh Ibn Qutaibah pengarang buku al-Imâmah wa as-Siyâsah yang lebih dikenal dengan sebutan Târîkh al-Khulafâ’, oleh Ibn Sa’ad dalam Thabaqât al-Kubrâ. Kemudian beliau menunjuk Abu Thalhah al-Anshari bersama lima puluh orang untuk menjaga mereka. Beliau menugasi Miqdad untuk memilih tempat bagi para calon itu mengadakan pertemuan.

Kemudian setelah Beliau wafat dan setelah para calon berkumpul, Abdurrahman bin ‘Awf berkata : “…. siapa diantara kalian yang bersedia mengundurkan diri dan bersedia menyerahkan urusannya untuk dipimpin oleh orang yang terbaik diantara kalian?” Semuanya diam. Abdurrahman bin ‘Awf berkata : “ aku mengundurkan diri.” Lalu Abdurrahman mulai meminta pendapat mereka satu persatu. Ia menanyai mereka, seandainya perkara itu diserahkan kepada masing-masingnya, siapa diantara mereka yang lebih berhak. Maka jawabannya terbatas pada dua orang : Ali dan Utsman. Setelah itu, Abdurrahman mulai merujuk kepada pendapat kaum muslim dengan menanyai mereka siapa diantara kedua orang itu (Ali dan Utsman) yang mereka kehendaki. Ia menanyai baik laki-laki maupun perempuan dalam rangka menggali pendapat masyarakat. Abdurrahman bin ‘Awf melakukannya siang dan malam. Imam Bukhari mengeluarkan riwayat dari jalan al-Miswar bin Mukhrimah yang berkata : “.. Abdurrahman mengetuk pintu rumahku pada tengah malam, Ia mengetuk pintu hingga aku terbangun, ia berkata : “aku lihat engkau tidur, dan demi Allah jangan engkau habiskan tiga hari ini dengan banyak tidur.” Yakni tiga malam. Ketika orang-orang melaksanakan shalat subuh, sempurnalah dilangsungkan bait kepada Utsman. Maka dengan baiat kaum muslim itu, Utsman menjadi Khalifah, bukan dengan penetapan Umar kepada enam orang.

Kemudian Utsman terbunuh. Lalu mayoritas kaum muslim di Madinah dan Kufah membaiat ‘Ali bin Abiy Thalib. Maka dengan baiat kaum muslim itu, Ali menjadi seorang Khalifah.

Dengan meneliti tata cara pembaiatan mereka –radhiyaLlâh ‘anhum– jelaslah bahwa orang-orang yang dicalonkan itu diumumkan kapada masyarakat. Dan jelas pula bahwa syarat in’iqad terpenuhi dalam diri masing-masing dari mereka. Kemudian diambil pendapat dari ahl al-halli wa al-’aqdi diantara kaum muslim, yaitu mereka yang merepresentasikan umat. Mereka yang dicalonkan itu dikenal luas pada masa Khulafa’ur Rasyidin, karena mereka adalah para sahabat –radhiyaLlâh ‘anhum– atau penduduk Madinah. Siapa yang dikehendaki oleh para sahabat atau mayoritas para sahabat, maka orang itu dibaiat dengan baiat in’iqad dan dengan itu ia menjadi Khalifah dan kaum muslim menjadi wajib untuk mentaatinya. Lalu kaum muslim secara umum membaiatnya dengan baiat taat. Demikianlah terwujud Khalifah dan ia menjadi wakil umat dalam menjalankan pemerintahan dan kekuasaan.

Inilah yang dapat dipahami dari apa yang terjadi pada baiat Khulafa’ur Rasyidin –radhiyaLlâh ‘anhum–. Dari sana juga terdapat dua perkara lain yang dapat dipahami dari pencalonan Umar kepada enam orang dan dari prosedur pembaitan Utsman. Dua perkara itu adalah : adanya amir sementara yang memimpin selama jangka waktu pengangkatan Khalifah yang baru dan pembatasan calon sebanyak enam orang sebagai jumlah paling banyak.


Amir Sementara

Ketika Khalifah merasa ajalnya sudah dekat menjelang kosongnya jabatan Khilafah pada waktunya, Khalifah memiliki hak menunjuk amir sementara untuk menangani urusan masyarakat selama jangka waktu proses pengangkatan Khalifah yang baru. Amir sementara itu memulai tugasnya langsung setelah wafatnya Khalifah. Tugas pokoknya adalah melangsungkan pemilihan Khalifah yang baru dalam jangka waktu tiga hari.

Amir sementara ini tidak boleh mengadopsi (melegislasi) suatu hukum. Karena pengadopsian hukum itu adalah bagian dari wewenang Khalifah yang dibaiat oleh umat. Demikian juga, Amir sementara itu tidak boleh mencalonkan untuk jabatan khilafah atau mendukung salah seorang calon yang ada. Sebab Umar bin Khaththab telah menunjuk amir sementara itu dari selain orang yang dicalonkan untuk menduduki jabatan khilafah.

Jabatan amir sementara itu berakhir dengan diangkatnya Khalifah yang baru. Karena tugasnya hanya sementara waktu untuk kepentingan pengangkatan Khalifah yang baru itu.

Dalil yang menunjukkan bahwa Suhaib merupakan amir sementara yang ditunjuk oleh Umar adalah :

Perkataan Umar kepada para calon : “agar Suhaib memimpin kalian selama tiga hari dimana kalian bermusyawarah.” Kemudian Umar berkata kepada Suhaib : “pimpinlah shalat orang-orang selama tiga hari.” Sampai Beliau berkata : “ jika lima orang telah sepakat terhadap satu orang, dan satu orang menolak maka penggallah lehernya dengan pedang ….” Ini artinya bahwa Suhaib telah ditunjuk sebagai amir bagi mereka. Ia telah ditunjuk sebagai amir shalat, dan kepemimpinan shalat maksudnya adalah kepemimpinan atas manusia. Dan juga karena ia telah diberi wewenang menjalankan uqubat (sanksi) “penggallah lehernya”, sementara tidak ada yang boleh melaksanakan pembunuhan itu kecuali seorang amir.

Perkara itu telah terjadi dihadapan para sahabat tanpa ada pengingkaran, maka ketentuan tersebut menjadi ijmak bahwa Khalifah memiliki hak menunjuk amir sementara yang melangsungkan pemilihan Khalifah yang baru. Berdasarkan hal ini, selama kehidupannya, Khalifah juga boleh mengadopsi pasal yang menyatakan bahwa jika Khalifah meninggal dunia dan belum menunjuk amir sementara untuk melangsungkan pengangkatan Khalifah yang baru, hendaknya salah seorang menjadi amir sementara.

Kami mengadopsi dalam masalah ini, jika Khalifah selama sakitnya menjelang maut tidak menunjuk amir sementara, hendaknya amir sementara itu adalah mu’awin tafwidh yang paling tua, kecuali jika ia dicalonkan. Maka berikutnya adalah mu’awin tafwidh yang lebih muda setelahnya diantara para mu’awin tafwidh. Demikianlah sampai semua mu’awin tafwidh, seterusnya adalah para mu’awin tanfidz dengan urutan seperti itu.

Hal itu juga berlaku dalam kondisi Khalifah diberhentikan. Amir sementara adalah mu’awin tafwidh yang paling tua jika ia tidak dicalonkan. Jika ia dicalonkan, maka mu’awin tafwidh yang lebih muda setelahnya, sampai semua mu’awin tafwidh habis. Kemudian mu’awin tanfidz yang paling tua. Jika semua mu’awin ingin mencalonkan diri (atau dicalonkan), maka mu’awin tanfidz yang paling muda harus menjadi amir sementara.

Ketentuan ini juga berlaku pada kondisi Khalifah berada dalam tawanan, meski ada beberapa detil berkaitan dengan wewenang amir sementara dalam kondisi Khalifah tertawan sementara terdapat kemungkinan bebas, dan dalam kondisi tidak ada kemungkinan bebas.

Amir sementara ini berbeda dengan orang yang ditunjuk Khalifah untuk mewakilinya ketika ia keluar untuk melaksanakan jihad atau keluar melakuakn perjalanan sebagaimana yang diperbuat oleh Rasulullah setiap kali Beliau keluar untuk berjihad atau ketika Beliau melaksanakan Haji Wada’ atau yang semisalnya. Orang yang diangkat dalam kondisi ini, wewenangnya sesuai dengan yang ditentukan oleh Khalifah dalam menjalankan pengaturan berbagai urusan (ri’âyah asy-syu’un) yang dituntut oleh penunjukan wakil itu.


Pembatasan Jumlah Calon Khalifah

Dari penelitian terhadap tata cara pengangkatan Khulafa’ur Rasyidin, nampak jelas bahwa pembatasan jumlah calon itu benar-benar terjadi. Pada peristiwa Saqifah Bani Sa’idah, para calon itu adalah Abu Bakar, Umar, Abu Ubaidah, dan Sa’ad bin Ubadah, dan dicukupkan dengan keempatnya. Akan tetapi, Umar dan Abu Ubaidah merasa tidak sepadan dengan Abu Bakar sehingga keduanya tidak mau bersaing dengan Abu Bakar. Maka pencalonan secara praktis terjadi diantara Abu Bakar dan Sa’ad bin Ubadah. Kemudian ahl al-halli wa al-‘aqdi di Saqifah memilih Abu Bakar sebagai Khalifah dan membaiatnya dengan baiat in’iqad. Pada hari berikutnya kaum muslim membaiat Abu Bakar di Masjid dengan baiat taat.

Abu Bakar hanya mencalonkan Umar, dan tidak ada calon lainnya. Kemudian kaum muslim membaiat Umar dengan baiat in’iqad lalu baiat taat.

Umar mencalonkan enam orang dan membatasinya pada mereka dan dipilih dari mereka satu orang sebagai Khalifah. Kemudian Abdurrahman bin ‘Awf berdiskusi dengan kelima yang lain dan akhirnya membatasi calon pada dua orang yaitu ‘Ali dan Utsman. Hal itu dilakukan setelah lima orang yang lain mewakilkan kepadanya. Setelah itu, Abdurrahman menggali pendapat masyarakat. Dan akhirnya suara masyarakat menetapkan Utsman sebagai Khalifah.

Adapun ‘Ali, tidak ada calon lain selain dia untuk menduduki jabatan khilafah. Maka mayoritas kaum muslim di Madinah dan Kufah membaiatnya dan jadilah ia sebagai Khalifah keempat.

Dan karena baiat Utsman di dalamnya telah terealisisasi : jangka waktu terpanjang yang dibolehkan untuk memilih Khalifah yaitu tiga hari dengan dua malamnya; dan demikian juga jumlah calon dibatasi sebanyak enam orang, kemudian setelah itu dijadikan dua orang, maka berikut akan kami sebutkan tata cara terjadinya peristiwa tersebut secara detil untuk mengambil faedah darinya :

1. Umar wafat pada Ahad subuh tanggal 1 Muharam 24 H sebagai akibat dari tikaman Abu Lu’lu’ah –la’anahuLlâh–. Umar tertikam dalam keadaan berdiri melaksanakan shalat di mihrab pada Rabu fajar empat hari tersisa dari bulan Dzul Hijjah 23 H. Suhaib mengimami shalat jenazah untuk Umar seperti yang telah Beliau pesankan.

2. Setelah selesai pemakaman jenazah Umar –radhiyaLlâh ‘anhu–, Miqdad mengumpulkan ahl syura yang telah dipesankan Umar di satu rumah. Abu Thalhah bertugas menjaga (mengisolasi) mereka. Mereka berenam duduk bermusyawarah. Kemudian mereka mewakilkan kepada Abdurrahman bin ‘Awf untuk memilih diantara mereka sebagai Khalifah dan mereka rela.

3. Abdurrahman mulai berdiskusi dan menanyai masing-masing : jika ia tidak menjadi Khalifah, siapa dari empat calon yang lain yang ia pandang sebagai Khalifah? Jawaban mereka tidak menentukan Ali dan Utsman. Dan berikutnya Abdurrahman membatasi perkara dengan dua orang (‘Ali dan Utsman) dari enam orang itu.

4. Setelah itu, Abdurrahman meminta pendapat masyarakat seperti yang sudah diketahui.

5. Pada malam Rabu yakni malam hari ketiga setelah wafatnya Umar pada hari Ahad, Abdurrahman pergi ke rumah Putra Saudarinya, al-Maysur bin Mukhrimah, dan dinukilkan dari al-Bidâyah wa an-Nihâyah karya Ibn Katsir :

Ketika malam Rabu setelah wafatnya Umar, Abdurrahman datang ke rumah putra saudarinya, al-Maysur bin Mukhrimah, dan ia berkata : “apakah engkau tidur wahai Maysur? Demi Allah aku tidak tidur sejak tiga …” yakni tiga malam setelah wafatnya Umar hari Ahad subuh, artinya malam Senin, malam Selasa dan malam Rabu, sampai Abdurrahman berkata : “pergilah dan panggilkan Ali dan Utsman untukku…..Kemudian ia keluar ke masjid bersama Ali dan Utsman….Lalu ia menyeru kepada orang-orang secara umum : ash-shalâtu jâmi’ah (mari shalat berjama’ah). Saat itu adalah saat fajar hari Rabu. Kemudian Abdurrahman mengambil tangan ‘Aliy –radhiyaLlâh ‘anhu wa karamaLlâh wajhah– dan ia menanyainya tentang (kesediaan) dibaiat berdasarkan al-Kitab, Sunah Rasulullah dan perbuatan Abu Bakar dan Umar. Lalu Ali menjawabnya dengan jawaban yang sudah dikenal : berdasarkan al-Kitab dan as-Sunah, iya, sedangkan atas perbuatan Abu Bakar dan Umar, maka ia (Ali) akan berijtihad sesuai pendapatnya sendiri. Lalu Abdurrahman melepaskan tangan Ali. Berikutnya Abdurrahman mengambil tangan Utsman dan menanyai Utsman dengan pertanyaan yang sama. Lalu Utsman menjawah : “demi Allah, ya”. Dan sempurnalah dilangsungkan baiat kepada Utsman –radhiyaLlâh ‘anhu–.

Dan Suhaib mengimami shalat Subuh dan salat Dhuhur hari itu. Kemudian Utsman mengimami Shalat Ashar pada hari itu sebagai Khalifah kaum muslim. Artinya, meskipun baiat in’iqad kepada Utsman dimulai ketika shalat subuh, namun kepemimpinan Suhaib belum berakhir kecuali setelah terjadi baiat ahl al-hall wa al-‘aqd di Madinah kepada Utsman yang selesai dilakukan menjelang shalat Ashar. Karena para sahabat berdesak-desakan untuk membaiat Utsman sampai setelah tengah hari dan menjelang shalat Ashar. Baiat itu selesai dilakukan menjelang shalat Ashar. Maka saat itu berakhirlah kepemimpinan Suhaib dan Utsman menjadi imam shalat Ashar dalam kapasitasnya sebagai Khalifah kaum muslim.

Penulis al-Bidâyah wa an-Nihâyah (Ibn Katsir) menjelaskan kenapa Suhaib masih mengimami shalat Dhuhur, dan sudah diketahui bahwa baiat kepada Utsman telah sempurna dilangsungkan pada waktu fajar. Ibn Katsir berkata :

“… orang-orang membaiat Utsman di Masjid, kemudian Utsman pergi ke Dar Syura (yakni rumah tempat berkumpulnya ahl syura), dan sisa manusia yang lain membaiat Utsman di tempat itu. Dan seakan baiat itu baru selesai (sempurna) setelah shalat Dhuhur. Suhaib pada hari itu mengimami shalat Dhuhur di Masjid Nabawi. Sedang shalat pertama kali yang dilaksanakan oleh Khalifah Amîr al-Mu’minîn Utsman mengimami masyarakat adalah shalat Ashar….”.

Dalam hal ini terdapat perbedaan (dalam beberapa riwayat) mengenai hari tertikamnya Umar dan hari dibaiatnya Utsman…. akan tetapi yang lebih kuat diantara riwayat yang ada.

Atas dasar ini, beberapa perkara berikut wajib diambil sebagai ketentuan saat pencalonan khilafah setelah Khalifah sebelumnya lengser baik karena meninggal dunia atau di copot, yaitu :

1. aktivitas berkaitan dengan masalah pencalonan hendaknya dilakukan pada malam dan siang hari pertama.

2. Pembatasan calon dari sisi terpenuhinya syarat in’iqad. Hal ini dilakukan oleh Mahkamah Mazhalim.

3. Pembatasan jumlah calon yang layak dilakukan dua kali : pertama, dibatasi sebanyak enam orang, dan kedua dibatasi menjadi dua orang. Pihak yang melakukan dua pembatasan ini adalah Majelis Umat dalam kapasitasnya sebagai wakil umat. Karena umat mendelegasikan kepada Umar, lalu Umar menetapkannya enam orang. Dan enam orang itu mendelegasikan kepada Abdurrahman dan setelah melalui diskusi dibatasi menjadi dua orang. Referensi semua ini adalah sebagaimana yang sudah jelas adalah umat atau yang mewakili umat.

4. Wewenang amir sementara berakhir dengan berakhirnya proses baiat dan pengangkatan Khalifah, bukan dengan pengumuman hasil pemilihan. Suhaib belum berakhir kepemimpinannya dengan terpilihnya Utsman akan tetapi dengan selesainya baiat.

Sesuai dengan yang sudah dijelaskan, akan dikeluarkan undang-undang yang menentukan tata cara pemilihan Khalifah selama dua malam tiga hari. Undang-undang untuk itu telah dibuat dan akan selesai didiskusikan dan diadopsi pada waktunya nanti.

Ini jika sebelumnya terdapat Khalifah yang meninggal atau dicopot. … dan hendak direalisasikan Khalifah baru menggantikannya. Adapun jika sebelumnya belum terdapat Khalifah, maka wajib bagi kaum muslim menegakkan seorang Khalifah bagi mereka, untuk menerapkan hukum-hukum syara’ dan mengemban dakwah Islamiyah ke seluruh dunia. Kondisi itu seperti kondisi yang ada sejak lenyapnya Khilafah Islamiyah di Istanbul pada tanggal 28 rajab 1342 H bertepatan dengan 3 Maret 1924 M. Setiap negeri dari berbagai negeri yang ada di dunia Islam layak untuk membaiat Khalifah dan mengakadkan jabatan khilafah. Maka saat itu menjadi wajib bagi kaum muslim di seluruh negeri untuk membaiatnya dengan baiat taat. Yakni baiat keterikatan setelah terakadkan kepadanya dengan baiat penduduk negeri itu, asalkan negeri itu memenuhi empat syarat berikut :

1. Kekuasaan negeri itu haruslah kekuasaan yang bersifat independent yang hanya bersandar kepada kaum muslim saja. Tidak bersandar kepada satu negara kafir atau kekuasaan kafir manapun.

2. Keamanan kaum muslim di negeri itu adalah kemanan Islam, bukan keamanan kufur. Yakni hendaknya perlindungan baik dari dalam negeri maupun luar negeri merupakan perlindungan Islam berasal dari kekuatan kaum muslim sebagai kekuatan Islam saja.

3. Hendaknya penerapan Islam dilakukan secara langsung dan sekaligus dan secara sempurna sebagai penerapan yang bersifat revolusioner dan menyeluruh (tathbîqan inqilâbiyan syâmilan) dan langsung mengemban dakwah Islamiyah

4. Khalifah yang dibaiat harus memenuhi syarat in’iqad khilafah meskipun tidak memenuhi syarat afdhaliyah. Karena yang wajib adalah syarat in’iqad.

Jika negeri itu memenuhi keempat hal di atas, maka hanya dengan baiat negeri itu saja, khilafah sungguh telah terwujud dan terakadkan. Khalifah yang mereka baiat dengan baiat in’iqad secara sah merupakan Khalifah yang syar’i dan tidak sah baiat kepada yang lain.

Setelah itu, negeri lain manapun yang membaiat Khalifah yang lain maka baiat itu tidak sah dan batil. Karena Rasulullah saw pernah bersabda :

إِذَا بُوْيِعَ لِخَلِيْفَتَيْنِ فَاقْتُلُوْا اْلآخِرَ مِنْهُمَا

Jika dibaiat dua orang Khalifah maka bunuhlah yang paling akhir dari keduanya

… فُوْا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ

.. penuhilah baiat yang pertama lalu yang pertama

مَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَ ثَمْرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنْ اِسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرٌ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوْا عُنُقَ اْلآخَرِ

Siapa saja yang telah membaiat seorang imam lalu ia telah memberikan genggaman tangannya dan buah hatinya, maka hendaklah ia mentaatinya sesuai dengan kemampuannya, dan jika datang orang lain yang hendak merebut kekuasaannya maka penggallah orang lain itu (HR. Muslim)


Tata Cara Baiat

Telah dijelaskan dalil-dalil baiat sebelumnya dan bahwa baiat adalah metode pengangkatan Khalifah dalam Islam. Adapun tata caranya, baiat bisa dilakukan dengan berjabat tangan dan bisa juga dengan tulisan. Abdullah bin Dinar telah menyampaikan hadits, ia berkata :

Aku menyaksikan Ibn Umar dimana orang-orang telah bersepakat untuk membaiat Abdul Malik bin Marwan, ia berkata bahwa dia menulis : “aku berikrar untuk mendengarkan dan mentaati Abdullah Abdul Malik bin Marwan sebagai amirul mukminin atas dasar kitabullah dan sunah rasul-Nya dalam hal yang aku mampu.”

Baiat itu boleh dilakukan dengan sarana apapun yang memungkinkan.

Hanya saja disyaratkan agar baiat itu dilakukan oleh orang yang sudah balig. Baiat tidak sah dilakukan oleh anak-anak yang belum baligh. Abu ‘Uqail Zuhrah bin Ma’bad telah menyampaikan hadits dari kakeknya Abdullah bin Hisyam yang pernah berjumpa dengan Nabi saw : Abdullah pernah dibawa ibunya Zainab binti Humaid, kepada Rasulullah saw. Ibunya berkata : “ya Rasulullah saw terimalah baiatnya!” Lalu Nabi saw bersabda : “ia masih kecil”. Dan beliau mengusap kepalanya dan mendoakannya (HR. Bukhari).

Adapun lafazh baiat, tidak disyaratkan terikat dengan lafazh-lafazh tertentu. Akan tetapi harus mengandung makna sebagai baiat untuk mengamalkan Kitabullah dan sunah Rasul-Nya bagi Khalifah dan harus mengandung makna kesanggupan untuk mentaati dalam keadaan sulit atau lapang, disenangi atau tidak disenangi bagi orang yang memberikan baiat. Nanti akan dikeluarkan undang-undang yang membatasi redaksi baiat sesuai penjelasan sebelumnya.

Manakala pihak yang membaiat telah memberikan baiatnya kepada Khalifah, maka baiat itu menjadi amanah diatas pundak pihak yang membaiat dan tidak diperbolehkan mencabutnya. Baiat ditinjau dari sisi pengangkatan khilafah merupakan hak yang harus dipenuhi. Jika baiat itu telah diberikan, maka ia wajib terikat dengannya. Kalau pihak yang memberikan baiat itu ingin menariknya kembali maka hal itu tidak diperbolehkan. Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dari Jabir bin Abdullah –radhiyaLlâh ‘anhu– bahwa seorang arab badui telah membaiat Rasulullah saw untuk menetapi Islam. Kemudian ia menderita sakit, lalu ia berkata : “kembalikan baiatku kepadaku!” Beliau menolaknya, lalu orang itu pergi. Lantas Beliau bersabda :

المدينة كالكبر تنفي خبثها، وينصع طيبها

“Madinah ini seperti tungku (tukang besi) yang bisa membersihkan debu-debu yang kotor dan membuat cemerlang yang baik.”

Diriwayatkan dari Nafi’ yang berkata : “Abdullah bin Umar pernah mengatakan kepadaku : “aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda :

من خلع يدا من طاعة لقي الله يوم القيامة لا حجة له

Siapa saja yang melepaskan tangan dari ketaatan, ia pasti menjumpai Allah pada hari kiamat tanpa memiliki hujjah (HR. Muslim)

Membatalkan baiat kepada Khalifah sama artinya dengan melepaskan tangan dari ketaatan kepada Allah. Hanya saja ketentuan itu berlaku jika baiat kepada Khalifah itu adalah baiat in’iqad atau merupakan baiat taat kepada Khalifah yang telah sah baiat in’iqad kepadanya. Adapun jika baiat itu baru permulaan lalu baiat tersebut belum sampai sempurna, maka pihak yang membaiat boleh melepaskan baiatnya dengan syarat baiat in’iqad dari kaum muslim kepada Khalifah itu belum sempurna. Larangan dalam hadits itu berlaku untuk orang yang menarik kembali baiat Khalifah, bukan menarik kembali baiat kepada seseorang yang belum sempurna jabatan khilafahnya.

Read more!

Sayembara Pembuatan Esai, Cerpen, dan Puisi untuk Pelajar

Saturday, December 29, 2007

December 13, 20064:55 pm | Kategori Utama | by: eko

”WORLD PEACE DAY : NO WAR, NO AIDS, NO DRUGS”

Dalam rangka memperingati Hari Perdamaian Dunia, Thulabi Club bekerjasama dengan FLP Jawa Barat, mengadakan berbagai lomba dalam bidang jurnalistik, diantaranya lomba penulisan esai, cerpen, dan puisi. Sayembara ini bertujuan agar remaja Indonesia bisa menimba ilmu, saling berbagi, dan bukan sekedar berkompetisi. Dengan cara ini, kami berharap semakin tercerahkannya paradigma remaja harapan bangsa untuk mencintai kehidupan yang damai dan bersih

A. PERSYARATAN UMUM :
Adapun persyaratan umum yang diberlakukan adalah sebagai berikut :
1. Semua Lomba mengacu pada tema umum “Dunia Damai Tanpa Perang, Free Sex dan Narkoba”
2. Menyertakan biodata lengkap dan dilampiri fotocopy tanda pengenal berupa KTP/ Kartu Pelajar atau tanda pengenal lainnya
3. Karya cipta harus asli, bukan terjemahan maupun saduran karya orang lain, jiplakan atau dibuatkan oleh orang lain (bukan hasil plagiat)
4. Karya cipta tidak sedang diikutkan dalam lomba lain dan belum pernah diterbitkan/dipublikasikan
5. Lomba ini terbuka untuk pelajar SMP dan SMA di wilayah Jawa Barat 6. Peserta boleh mengirimkan lebih dari satu karya cipta, dan boleh mengikuti semua kategori
6. Sayembara ini tidak memungut biaya apapun.
7. Sayembara dibuka mulai tanggal 4 Desember 2006 dan ditutup tanggal 31 Januari 2007
8. Judul karya cipta bebas, mengacu pada tema umum dan tema khusus 10. Sayembara tertutup untuk panitia lomba dan dewan juri

B. PERSYARATAN KHUSUS :

1. LOMBA ESAI (Kode : E-WPD)
Tema khusus :
A. Selamatkan Remaja Indonesia dari Narkoba dan Sex Bebas
B. Remaja dan perannya : Damaikan Dunia, Hentikan Kekerasan

Syarat dan ketentuan :
• Memilih salah satu tema di atas
• Tulisan Ilmiah populer
• Diketik rapi pada kertas A4, spasi 1.5, margin 2.54 (atas-bawah &
• kanan-kiri), fonts Times New Romans, ukuran 12.
• Panjang naskah 6-10 halaman

2. LOMBA CERPEN (Kode : C-WPD)
Tema khusus :
A. Remaja dan pergaulan, dari nge-drugs hingga nge-sex bebas
B. Indahnya Dunia Tanpa Kekerasan

Syarat dan ketentuan :
• Memilih salah satu tema di atas
• Diketik rapi pada kertas A4, spasi 1.5, margin 2.54 (atas-bawah &
• kanan-kiri), fonts Times New Romans, ukuran 12
• Panjang naskah 6-10 halaman

3. LOMBA MEMBUAT PUISI (Kode : P-WPD)
Tema khusus :
A. Remaja dan masa depan, kepedulian akan nasib remaja dengan segala problematikanya
B. Dunia dalam duka, keprihatinan akan aksi amoral yang terjadi dimana-mana

Syarat dan ketentuan :
• Memilih salah satu tema di atas
• Diketik rapi pada kertas A4, spasi 1.5, margin 2.54 (atas-bawah &
• kanan-kiri), fonts Times New Romans, ukuran 12
• Panjang naskah maksimal 2 halaman

C. PENGIRIMAN NASKAH
Semua karya dikirim dalam bentuk:
• Print-out rangkap 3 (tiga)
• 1 (satu) copy file format disket atau CD atau email ke friends@thulabi-club.org
• Diterima panitia paling lambat 31 Januari 2007 (cap pos),
• Disertai kode lomba yang diikuti.
• Pengumpulan karya kepada Panitia :
Sekretariat Thulabi Club,
Bbk. Cidemang Rt.01/02 No. 14 Banjaran,
Bandung 40377. Telp (022) 5943424.

D. HADIAH SAYEMBARA
Panitia menyediakan total hadiah Rp 6.750.000 plus trophy, dengan rincian untuk masing-masing lomba adalah sebagai berikut :

Juara I : Rp 1,000.000,-
Juara II : Rp. 750.000,-
Juara III: Rp. 500.000,-

E. PENJURIAN SAYEMBARA
1. Penjurian akan dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama oleh juri lokal World Peace Day. Penjurian tahap pertama dilakukan dalam jangka waktu satu minggu, yaitu mulai dari tangal 1 Februari 2007 – 5Februari 2007

2. Pada tahap kedua, naskah yang lolos tahap 1 akan dinilai oleh dewan juri tamu. Penjurian tahap kedua dilakukan dalam jangka satu minggu, yaitu mulai dari tangal 6 Februari 2007 – 10 Februari 2007

3. Dewan Juri terdiri dari :

Juri Tamu :
1. Jonru (Penulis, Editor, dan pengelola Milis)
2. M.Irfan Hidayatullah (Penulis dan Ketua Umum FLP)
3. Yus R. Ismail (Penulis, Majelis Penulis FLP)
4. Nurfahmi Taufik Al-Sha’b (Penulis dan Pengurus pusat FLP)
5. Tasaro (Pemenang Adikarya IKAPI; Koordinator PSDM FLP Jabar)
6. Ali Muakhir (Pengurus pusat FLP)
7. Aswi (Ketua FLP Jawa barat)

Juri Lokal :
1. Luthfi Rahman (Kontributor beberapa majalah Islam)
2. Mardiyansyah (Webmaster www.thulabi-club.org)
3. Endah Widayati ( Copy Writer www.AsianBrain.com )

F. PENGUMUMAN SAYEMBARA
Pengumuman pemenang akan dilakukan pada acara peringatan “World Peace Day : No War, No Aids, No Drugs” pada 11 Pebruari 2007, pukul 08.00 s.d. 13.00 WIB di Alun-Alun Banjaran, Bandung dan www.thulabi-club.org

G. KETENTUAN LAIN
1. Naskah yang masuk tidak dikembalikan.
2. Keputusan dewan juri tidak dapat digangu gugat.
3. Jika memungkinkan, naskah terbaik akan dibukukan. Royalti akan diberikan kepada penulis dan sebagian disalurkan untuk dana kemanusiaan peduli Aids dan Narkoba bagi remaja

H. CONTACT PERSON :
Sekretariat Thulabi Club :
Bbk. Cidemang Rt.01/02 No. 14 Banjaran, Bandung 40377.
Telp : (022) 5943424 / 0852 2161 5514
Web site : http://www.thulabi-club.org
Email : friends@thulabi-club.org

Sumber : www.muslimblog.net

Read more!